Selasa, 19 Mei 2015

TOPI, SARUNG DAN ANYAMAN TRADISIONAL KALTIM

 TOPI, SARUNG, ANYAMAN TRADISIONAL KALTIM

 
Topi ini menjadi pelindung sehari-hari yang digunakan masyarakat Suku Dayak yang ada di Kalimantan. Memiliki ukuran yang lebar dan sekilas mirip dengan topi caping inilah seraung topi khas Suku Dayak yang banyak kita temui di kawasan Kalimantan khususnya dayak Kenyah  yang tinggal di Lekaq Kidau, Kalimantan Timur.

Seraung terbuat dari daun biru, sejenis daun palem yang lebar dan banyak tumbuh di hutan-hutan Kalimantan. Proses pembuatan topi ini dimulai dengan daun biru yang dikeringkan, kemudian disusun dan dijahit melingkar seperti kerucut.
 
Tenun Ikat Sarung Samarinda Kalimantan Timur 
Tenun ikat merupakan sebuah kerajinan tradisional dari Indonesia yang berupa kain dan dibuat dengan cara menenun helaian-helaian benang yang tentu saja sebelumnya sudah diikat lalu dimasukkan kedalam cairan pewarna. Dikarenakan tenun ikat adalah sebuah kerajinan tradisional, jadi proses pembuatannya hanya menggunakan alat tenun sederhana yang digerakkan menggunakan tangan. Walaupun sebenarnya sudah banyak tersedia mesin tenun yang dapat menghasilkan berbagai macam kain.
  

20. pada 2007 di Hongkong United Nations Educational, Scientific and Cultural Organizations (UNESCO)  memberikan penghargaan untuk kerajinan yang menggunakan rotan sebagai salah satu bahan bakunya.
Ironinya, anyaman khas Kalimantan Timur  ini terancam punah . Mengapa? Salah satu faktor utamanya adalah sulitnya mendapatkan bahan baku anyaman. Sehingga, menurunkan minat masyarakat Kalimantan untuk membuat anyaman khas ini.
Pengrajin anyaman dari suku Dayak Aoheng , Sesilia Tipung berpendapat, bahwa sulitnya mendapatkan pandan hutan, bambu, dan rotan sudah mulai terasa sejak lima tahun silam. Hutan tempat bahan baku tergantikan dengan perkebunan sawit.

KERAJINAN TRADISIONAL KALTIM

Kerajinan Tradisional KALTIM

Kerajinan manik-manik khas suku Dayak biasanya dibuat menjadi pakaian, menghias topi atau seraung maupun bening aban. Kini banyak hasil kerajinan manik-manik yang diolah menjadi tas, kalung, gelang, gantungan kunci dan aneka macam hiasan lainnya
Spoiler for anjat Alat berbentuk seperti tas yang terbuat dari anyaman rotan dan memiliki dua atau tiga sangkutan. Anjat biasanya digunakan untuk menaruh barang-barang bawaan ketika bepergian. 

Sumber : http://tutorialamati.blogspot.com/

ALAT TRADISIONAL MEMANGGUL ANAK KALTIM

ALAT TRADISIONAL MEMANGGUL ANAK KALTIM


Alat untuk memanggul anak yang hanya terdapat pada masyarakat suku Dayak Kenyah.Alat ini terbuat dari kayu. Biasanya dihiasi dengan ukiran atau dilapisi dengan sulaman manik-manik serta uang logam.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Alat untuk memanggul anak yang hanya terdapat pada masyarakat suku Dayak Kenyah.Alat ini terbuat dari kayu. Biasanya dihiasi dengan ukiran atau dilapisi dengan sulaman manik-manik serta uang logam.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

Alat untuk memanggul anak yang hanya terdapat pada masyarakat suku Dayak Kenyah.Alat ini terbuat dari kayu. Biasanya dihiasi dengan ukiran atau dilapisi dengan sulaman manik-manik serta uang logam.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
1.       Bening Alat untuk memanggul anak yang hanya terdapat pada masyarakat suku Dayak Kenyah.Alat ini terbuat dari kayu. Biasanya dihiasi dengan ukiran atau dilapisi dengan sulaman manik-manik serta uang logam. Sumber : http://tutorialamati.blogspot.com/

ACCESSORIES TRADISIONAL KALTIM

ACCESSORIES TRADISIONAL KALTIM
Aksesoris Khas Kaltim
Untuk masuk kedalam lamin menyaksikan pertunjukkan tersebut Anda membayar tiket sebesar Rp. 15.000,- dan akan mendapatkan souvenir gelang manik unik bertuliskan “PAMPANG”.
Gelang Manik

Acara pertunjukkan tari-tarian yang rutin dilaksanakan setiap minggu siang selain memperkaya wawasan Pengunjung akan budaya, juga tentunya diharapkan Continue reading 
Sumber : https://jundanarif.wordpress.com/tag/aksesoris-dayak-kaltim/

ALAT TRANSPORTASI TRADISIONAL KALTIM (PERAHU)


Perahu Tradisional Kalimantan Timur Dan Kalimantan Barat1.jpg
PERAHU TRADISIONAL DARI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN BARAT

Di daerah Kalimantan Timur yang terdiri dari semak belukar dan hutan lebat yang mengelilingi kampung pada umumnya dapat dicapai dengan perahu. Untuk berjalan kaki juga mengalami hambatan karena daerah yang berawa-rawa. Untuk bercocok tanam mereka harus membuka hutan dan belukar dan itu semua dilaksanakan dengan bergotong royong. Di sini peranan perahu sebagai sarana transportasi sangat besar Dalam hal ini perahu-perahu jukung atau cadik menjadi sarana angkut orang-orang yang sedang mengadakan kerja gotong royong untuk membangun lahan pertanian atau perkebunan mereka.
Pada saat ada upacara-upacara penting seperti upacara perkawinan, khitanan, upacara-upacara adat pembersihan desa dan lain sebagainya, perahu- perahu tradisional di daerah Kalimantan Timur ini juga menjadi sarana utama. Bahkan pada pesta perkawinan perahu tradisional biasa dipergunakan sebagai sarana untuk membawa rombongan pengantin wanita bersama seluruh handai taulan dan keluarga. Dengan perahu tersebut mempelai wanita dan keluarga di arak untuk menuju ke rumah mempelai laki-laki. Perjalanan mempergunakan perahu tersebut biasanya terjadi jika mempelai harus mengadakan perjalanan jauh dari rumah. Dalam upacara tersebut sejak mempelai turun dari bunyi-bunyian gong dan gendang terus terdengar dan ditabuh dengan irama yang khusus.
Pada waktu mempelai tidak langsung naik ke rumah mempelai laki-laki maka mempelai wanita tidak langsung naik ke rumah mempelai laki-laki tetapi mempelai wanita tersebut langsung terjun ke sungai, dengan tujuan agar mempelai laki-laki mengganti pakaian mempelai wanita yang sudah basah kuyup karena air sungai. (Emelin Lun, 1978-79: Adat upacara perkawinan daerah Kalimantan Timur, hal. 90-91).
Setelah upacara perkawinan dan setelah tiga hari tiga malam pengantin perempuan di rumah mempelai laki-laki mereka pergi ke mempelai laki-laki. Untuk pergi ke mempelai laki-laki tersebut juga dipergunakan perahu yang telah disediakan dan dihias dengan berbagai bunga dan hiasan yang menarik. Di rumah pengantin laki-laki diadakan upacara yang biasa disebut dengan lemalah tenan". Upacara dilakukan mulai dari perahu pengantin itu ditambatkan. (Emelin Lun, 1978-1979:116).
Dengan uraian tersebut di atas maka perahu di daerah Kalimantan Timur mempunyai fungsi yang mengacu pada kebutuhan sehari-hari, maupun untuk keperluan upacara-upacara perkawinan, bahkan ada yang dipergunakan dalam upacara sakral baik untuk penguburan atau untuk permohonan kepada Yang Kuasa agar diberikan keselamatan.
Perahu di daerah Kalimantan Timur mempunyai bentuk bermacam-macam ada yang berupa jukung (kano) yang dibuat dari satu batang kayu. Di samping itu perahu yang dibuat dari papan-papan kayu tebal dengan bentuk besar. Perahu jukung ada yang berbent.uk pendek ada juga yang berbentuk panjang dan ramping. Perahu-perahu jenis jukung panjang biasanya dipergunakan untuk transportasi jarak sedang dari satu tempat ke tempat yang lain. Selain untuk transportasi ada juga yang dipergunakan untuk berdagang dan ada pula yang dibuat secara khusus untuk lomba.
Jukung (kano) kecil biasanya hanya dipergunakan untuk mencari ikan, mengaili, menombak, atau memasang "bubu" (penangkap ikan dari bambu). Perahu jukung panjang dapat memuat sampai 10-14 orang. Bahkan perahu panjang yang dipergunakan untuk lomba mencapai 20 orang. Perahu panjang untuk transportasi di sini sudah mempergunakan sarana modern yaitu dilengkapi dengan mesin tempel, Perahu jenis jukung panjang dapat memuat barang sampai 6-8 kwintal.
Perahu-perahu jukung panjang atau pendek yang biasanya hanya dikayuh sering pula dipergunakan sebagai sarana untuk menjajakan barang dagangan di tempat-tempat di mana pasar terapung berada. Jenis-jenis dagangan yang diperjualbelikan di pasar terapung terdiri dari berbagai kebutuhan rumah tangga baik dalam bentuk bahan makanan (sayur-sayuran, beras, daging, ikan dan lain-lain) di samping bahan pakaian.
Pasar terapung yang terdiri dari ratusan kano (jukung) terdapat di beberapa tempat di daerah Kalimantan, Sulawesi dan di Sumatra dan lain-lain. Bahkan jukung atau kano yang dipergunakan sebagai tempat transportasi dan berjualan sekaligus dapat dijumpai pula di kawasan luar Indonesia seperti misalnya di Bangkok (Thailand), Filipina bahkan beberapa negara ASEAN lainnya.
Di sepanjang sungai Kapuas sering terlihat perahu-perahu panjang yang hampir menyerupai kora-kora yang dipergunakan untuk menyeberangi sungai Kapuas baik arah hilir atau udik. Perahu dengan kelengkapan cadik atau layar jarang sekali ditemukan di daerah ini. Hal ini kemungkinan di daerah ini air tidak bergelombang sehingga cadik tidak begitu diperlukan. Demikian juga penggunaan layar kurang, karena perahu tersebut dipergunakan di sungai, Lokasi-lokasi perahu,di daerah Kalimantan yang penulis kunjungi antara lain di Pontianak, Ketapang, Tanjungpura dan tempat-tempat di sepanjang DAS Kapuas.
Perahu angkut lainnya ada yang dibuat dari papan dengan bagian dinding kanan dan kiri yang ditinggikan sebagai penyangga atap peneduh. Perahu jenis ini biasanya bagian belakang (buritan) lebar (terpotong). Pada saat perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di berbagai tempat di Kalimantan seperti di Pontianak, Ketapang, Banjarmasin, Samarinda dan lain-lain tampak perahu-perahu yang sangat panjang yang ditumpangi oleh orang-orang berpakaian seragam dengan jumlah antara 20 orang dilengkapi dengan dayung untuk adu (lomba) kecepatan. Perahu-perahu jenis ini biasanya dihias dengan pola-pola hias khususnya di bagian ujungnya.

Sumber : http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1008/perahu-tradisional-kalimantan-timur-dan-kalimantan-barat#photo[gallery]/1/

RUMAH ADAT KALTIM (LAMIN)


rumah-adat-KALTIM-300x198.jpg


Rumah Lamin
Sebagian besar penduduk Kalimantan Timur khususnya suku Dayak hidup secara berkelompok atau kekerabatan suku Dayak sangatlah kuat. Maka hal ini dibuktikan dengan rumah yang mereka bangun, sebagian besar rumah yang dibangun mereka secara berkelompom juga, selalu saja lebih dari 1 kepala kelaurga. Contohnya Rumah Adat Lamin yang diresmikan pada tahun 1987. Rumah yang berbentuk panggung tersebut tidak kurang dihuni 12 kepala keuarga atau skitar 50-100 orang. Diperkirakan ukuran rumah lamin sekitar dengan panjang mencapai 30 meter, lebar 15 meter dan tinggi sekitar 3 meter.

· Ciri-ciri Rumah Lamin
Setiap rumah adat pastinya mempunya ciri khas yang menjadi daya tarik suku Dayak. Dalam rumah Lamin sendiri ada bebarapa ciri yang sangat kental seperti pada pada ukiran atap ada terdapat patung yang ebrbebtuk naga dan bunrung enggan. Yang mengandung arti kesaktian dan kewajiban masayarakat Dayak. Pada bagian dinding yang paling em,nonjol adalah dari segi warna. Rumah ini dominan dengan warna kuning, putih dan hitam yang berbentuk salur pakis dan mata yang masyarakat percaya mengandung makna suku Dayakmampu niat buruk orang lain yang akan  mencelakakan suku Dayak dan melambangkan persaudaraan suku Dayak. Selain itu juga pada bagian kaki yang berbnetuk ukiran kerangka manusia dan juga binatang wanita memakai kain, serta bentuk semi-abstrakyang melambangkan persaudaraan suku Dayak desa Pampang. Masayarat percya ukiran dan patung tersebut berfungsi untuk mengusir rohroh jahat mengingat kepercayaan suku Dayak yang masih percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib atau animisme.

Bahan utama bangunan rumah adat Lamin adalah kayu ulin atau banyak orang yang menyebutnya sebagai kayu besi. Disebut kayu besi karena memang jenis kayu tersebut adalah kayu yang sangat kuat. Bahkan banyak orang mengatakan jika kayu ulin terkena air maka justru tingkat kekuatannya akan semakin keras. Mungkin hal inilah yang membuat banyak orang yang membangun rumah di atas dataran rawa atau pinggiran sungai namun tahan lama umur bangunannya. Selain bangunan, totem-totem yang ada di bagian depan Lamin juga terbuat dari bahan kayu ulin. Menurut saya pribadi, bangunan yang terbuat dari bahan kayu ulin memiliki kesan mewah karena warna hitam khasnya. Hanya saja menurut penduduk sekitar saat ini agak sulit untuk mencari pohon ulin karena ada alih konversi lahan serta perambahan hutan-hutan.

Di bagian dalam lamin terdapat beberapa alat yang biasa digunakan dalam melakukan upacara adat tertentu. Di bagian dalam Lamin sempat ada beberapa tengkorak kepala kerbau yang bertuliskan tanggal waktu. Menurut saya tanggal tersebut menunjukkan kapan seseorang tersebut meninggal. Dan juga Saya yakin tengkorak tersebut adalah bagian dari upacara melepas kematian yang biasa dilakukan oleh suku Dayak. Menyembelih’ kerbau adalah rangkaian puncak dari upacara Kuangkai (lihat postingan saya sebelumnya) yang dilakukan untuk upacara kepergian seseorang yang telah meninggal).


Sumber :  http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1055/rumah-adat-lamin-kalimantan-timur

PAKAIAN ADAT KALTIM

3 RAGAM PKAIAN ADAT KALTIM
Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu negara bagian Sabah dan  Serawak. Selain dikenal dengan keindahan alam, kebudayaan serta adat istiadatnya, wilayah yang mayoritas dihuni oleh suku Dayak dan Kutai sebagai penduduk asli Kalimantan Timur juga memiliki kekayaan lain berupa pakaian adat tradisional. Bergantung fungsi dan penggunaannya masyarakat Kalimantan Timur biasa mengenakan pakaian khas daerah mereka untuk keperluan tertentu seperti saat upacara perkawinan, pertunjukan tarian, dan untuk acara lainnya.
Pakaian Adat Kalimantan timur
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Sumber : https://djangki.wordpress.com/
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Sumber : http://parokiapokayan.wordpress.com/
Barangkali sebagian dari kita sudah sering melihat pakaian adat suku Dayak yang dikenal identik dengan hiasan berupa susunan manik-manik beraneka warna sebagai penghias kain hitam yang digunakan sebagai bahan dasar pakaian adat Dayak. Pakaian adat yang dikenakan oleh wanita dikenal dengan nama Ta a dan sementara pakaian adat yang dikenakan oleh pria disebut dengan sapei sapaq. Dilihat dari cara berbusana, tampak jelas terlihat bahwa suku Dayak tampak arif dan bijaksana dalam memanfaatkan alam untuk kehidupan sehari-hari.
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Sumber : http://kopihijau.info/
Pakaian Adat Tradisional Ta a
Pakaian adat yang dikenakan oleh wanita dikenal dengan nama Ta a. Pakaian ini terdiri dari da a, yaitu semacam ikat kepala yang terbuat dari pandan dan biasanya dipakai untuk orang tua, baju atasan yang dikenal dengan nama sapei inoq serta bawahan berupa rok yang disebut ta a. Bagian atas dan bawah busana wanita ini dihiasai dengan manik-manik. Sebagai pelengkap ditambahkan pula penggunaan uleng atau hiasan kalung manik yang untaiannya sampai bawah dada.    
Pakaian Adat Kalimantan Barat
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Sumber : https://pampangsuniaso.wordpress.com/
Pakaian Adat Tradisional Sapei Sapaq
Pakaian yang dikenakan oleh kaum pria dikenal dengan nama Sapei Sapaq. Umumnya pakaian ini memiliki corak yang hampir sama dengan motif pakaian adat perempuan. Hanya saja pakaian atasannya dibuat berbentuk rompi yang dipadukan dengan busana bawahan berupa cawat yang disebut abet kaboq. Sebagai pelengkap ditambahkan pula dengan mandau yang terikat dibagian pinggang.
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Sumber : http://pampangsuniaso.wordpress.com
Pakaian Adat Tradisional Kustin
Selain Ta a dan Sapei Sapaq dikenal pula jenis pakaian adat tradisional yang disebut Kustin. Pakaian ini hanya dikenakan oleh suku Kutai dari golongan menengah ke atas untuk upacara pernikahan pada jaman kerajaan Kutai Kartanegara. Istilah kustin sendiri berasal dari kata kostum yang berarti pakaian kebesaran suku Kutai.
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Sumber : http://parokiapokayan.wordpress.com/
Pakaian ini terbuat dari bahan beludru warna hitam, berlengan panjang dan berkerah tinggi dengan ujung lengan, kerah serta bagian dada berhias pasmen. Untuk kaum pria pakaian ini dipadukan dengan celana panjang yang dibagian luarnya dipasang dodot rambu dan tutup kepala bundar yang dinamakan setorong berhiaskan lambang yang berwujud wapen. Sementara kaum wanita mengenakan sanggul yang hampir sama dengan sanggul Jawa. Pada bagian puncak belakang ditambahkan kelibun berwarna kuning yang terbuat dari sutera.
Pakaian Adat Kalimantan Timur

Pakaian Adat Kalimantan Timur
Sumber : fitinline.com/article/read/3-ragam-pakaian-adat-kalimantan-timur
Sumber : http://azizahnurfadillah10.blogspot.com

TARI TRADISIONAL KALTIM (TARI PECUK KINA)

Tari Pecuk Kina

Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun. Menggunakan baju adat dan accesories adat Kalimantan Timur.


Selengkapnya : http://www.tradisikita.my.id/2015/01/14-tari-tradisional-dari-kalimantan.html#ixzz3aaZhkptT
Follow us: @kangdede on Twitter | dede.mahmud on Facebook

TARI TRADISIONAL KALTIM (HUDOQ KITA')

Tari Hudoq Kita’

Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita’ dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita’ menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita’, yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.



Selengkapnya : http://www.tradisikita.my.id/2015/01/14-tari-tradisional-dari-kalimantan.html#ixzz3aaZ8FfOG
Follow us: @kangdede on Twitter | dede.mahmud on Facebook

TARI TRADISIONAL KALTIM (TARI KENCET LEDO/GONG)

Tari Kancet Ledo / Tari Gong


Tari Kancet Ledo atau disebut juga Tari Gong merupakan salah satu ekspresi seni masyarakat Dayak yang mendiami Kalimantan Timur.

Tari Gong adalah tari yang mengekspresikan tentang kelembutan seorang wanita dengan menari di atas Gong dengan gerakan yang lemah lembut dan penuh keseimbangan. Tari ini mengungkapkan kecantikan, kepandaian dan lemah lembut gerakan tari. Sesuai dengan nama tarinya, tari Gong ditarikan di atas sebuah Gong, diiringi dengan alat musik Sapeq ( alat musik yang dipetik seperti kecapi).

Penari Gong menggunakan busana berupa baju manik dan Taah ( pakaian khas wanita yang terdiri dari kain beludru yang dihiasi manik-manik, yang dipakai dengan cara dililitkan pada pinggang, yang masing-masing ujung tali dililitkan dan berhenti di pusar ), serta perlengkapan lainnya yang digunakan Lavung ( Topi yang dibuat dari rotan dan terdapat corak-corak sesuai dengan corak baju dan Taah), dan kalung yang terbuat dari manik-manik yang berwarna dan gigi atau taring Macan, dan bulu burung Enggang yang dikenakan di kedua belah tangan penari.

Kesederhanaan tari Gong terlihat pada gerak dan musik. Gerak pada tari Gong hanya beberapa segmen tubuh saja yang bergerak, serta bentuk gerakannya diulang- ulang pada saat penari menuju Gong, saat berada di atas Gong dan turun dari Gong. Tari Gong memiliki gerak kaki yang sederhana dalam melangkah dan ayunan tubuh dan tangan yang lemah lembut. Kostum yang digunakan sangat mewah karena terbuat dari manik-manik yang dirangkai menjadi motif – motif binatang seperti motif Kalung Aso (Naga Anjing), pola permainan musik yang mendukung tarian ini datar tidak terjadi pergantian iringan dari awal hingga akhir tari.

Dilihat dari gerak dan tatapan mata yang dimiliki lembut dan lincah karena disamakan dengan sifat seekor burung, di mana burung mempunyai sifat yang cepat, lembut dan lincah. Bentuk gerak dalam tari Gong ini tergolong sederhana, gerak yang merupakan ekspresi yang menirukan gerak hewan tiruannya seperti burung Enggang. Penari melakukan gerakan-gerakan yang sederhana dan mudah. Dalam gerak yang melambangkan hubungan manusian dengan burung Enggang terlihat dalam gemulai gerak tangan, tubuh dan kaki. Gerak pelan pada tangan mengibaratkan kepak sayap burung Enggang.

Gambar Tari Gong sumber : https://www.pinterest.com/pin/501447739734171178/


Selengkapnya : http://www.tradisikita.my.id/2015/01/14-tari-tradisional-dari-kalimantan.html#ixzz3aaYrFuQ7 
Follow us: @kangdede on Twitter | dede.mahmud on Facebook

SENJATA TRADISIONAL KALTIM (DOHONG)

Dohong
Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam pada kedua sisinya (sebelah - menyebelah). Pada bagian ujungnya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh digunakan oleh kepala-kepala suku.
Dohong.jpg
Variasi Bentuk Dohong
Sumber:
  • Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur. (2011) Profil Dayak Kalimantan Timur: Profil Seni Budaya dan Adat Istiadat Dayak Kalimantan Timur. Samarinda: CV. Hagitadharma.
  • Taman Budaya Kalimantan Timur. (1976) Kumpulan Naskah Kesenian Tradisional Kaltim. Samarinda: Taman Budaya Kalimantan Timur.
Sumber : http://www.wisatapedia.net/index.php/telusur/kalimantan-timur/komponen-budaya/senjata-tradisional/

SENJATA TRADISIONAL KALTIM (TELAWANG/PERISAI)

Telawang/Perisai
Perisai atau telawang (telabang) atau juga kelembit adalah alat pelindung tubuh dari serangan musuh yang digunakan ketika berperang. Perisai terbuat dari kayu yang kuat dan ringan yaitu kayu pelantan (pelai). Perisai berbentuk prisma dengan lebar 30 - 50 cm dan tinggi 1,5 - 2 m. Perisai terdiri dari dua bagian, yaitu bagian dalam yang menyerupai sisi bawah atap rumah dengan sebuah pegangan pada bagian tengahnya serta bagian luar yang menyerupai sisi atas atap rumah dengan dihiasi ukiran-ukiran khas daerah Kalimantan Timur.
Perisai.jpgPerisai dan Penggunaannya
Sumber : http://www.wisatapedia.net/index.php/telusur/kalimantan-timur/komponen-budaya/senjata-tradisional/

SENJATA TRADISIONAL KALTIM (LONJO/TOMBAK)

Lonjo/Tombak
Lonjo atau tombak dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bamboo atau kayu keras. Fungsi lonjo atau tombak biasanya digunakan untuk berperang atau berburu binatang.
Tombak.jpgMata Tombak
Sumber : http://www.wisatapedia.net/index.php/telusur/kalimantan-timur/komponen-budaya/senjata-tradisional/

SENJATA TRADISIONAL KALTIM (SUMPIT)

Sumpit, Senjata Tradisional Dayak



SUKU Dayak mengenal berbagai macam senjata yang biasa digunakan untuk berburu dan berperang pada zaman dahulu, atau untuk kegunaan sehari-hari semisal di ladang. Misalnya sumpitan (sipet), mandau, lonjo (tombak), perisai (telawang), dan taji.

Ketua Dewan Adat Dayak mengungkapkan, senjata sumpitan merupakan senjata kebanggaan dan menjadi senjata utama bagi masyarakat Dayak. "Sebenarnya senjata utama suku Dayak itu bukan mandau," ujar Ketua Adat. "Kalau mandau hanya untuk memenggal kepala orang yang sudah mati, yang terjadi zaman dulu. Racun pada sumpitan ini sampai sekarang tidak ada penawarnya, entah kalau obat-obatan modern."

Senjata sumpit ini berupa buluh dari batang kayu bulat sepanjang 1,9 meter hingga 2,1 meter. Sumpit harus terbuat dari kayu keras seperti kayu ulin, tampang, lanan, berangbungkan, rasak, atau kayu plepek.
Diameter sumpit dua hingga tiga sentimeter yang berlubang di bagian tengahnya, dengan diameter lubang sekitar satu sentimeter. Lubang ini untuk memasukkan anak sumpit atau damek.
"Secara tradisional, kalau ingin tepat sasaran dan kuat bernapas, panjang sumpit harus sesuai dengan tinggi badan orang yang menggunakannya," tutur Ketua Adat.

Pembuatan sumpit dikerjakan dengan sangat cermat dan teliti oleh warga Dayak. Hampir semua subetnis Dayak menggunakan sumpit, namun yang sangat terkenal lihai membuat sumpit, antara lain subetnis Dayak Ot Danom, Apu Kayan, Punan, Pasir, Ot, Siang dan Dayak Bahau. Hal ini berkaitan dengan jenis-jenis kayu terbaik untuk sumpit yang ada di sekitar permukiman mereka.

Cara pembuatan sumpit, kayu keras semisal ulin yang masih berbentuk balok berukuran 10 x 10 sentimeter dengan panjang yang telah ditentukan digantung secara vertikal di suatu tempat. Kemudian bagian bawah balok itu dibor ke arah atas.
 "Tujuannya agar sisa pengeboran itu langsung jatuh ke tanah. Jadi, tidak perlu repot membersihkan lubang pemboran, dan biasanya dengan cara ini hasil pengeboran lebih lurus," papar Ketau Adat.
Setelah selesai dibor, balok yang sudah berlubang itu diraut (dibubut) sehingga berbentuk bulat seperti pipa. Setelah itu baru ditempeli asesoris.

Bagian pangkal sumpit biasanya lebih besar dibanding dengan moncong sumpit. Di bagian ujung moncong dipasangi mata tombak terbuat dari besi atau batu gunung yang disebut sangkoh. Kegunaan sangkoh ini untuk cadangan senjata saat binatang buruan yang sudah terluka dan belum mati ternyata berbalik menyerang penyumpit yang belum sempat mengisi kembali anak sumpit.

Sangkoh diikatkan dengan erat di ujung sumpit dengan menggunakan tali rotan. Selain sangkoh yang panjangnya sekitar 15 sentimeter, di ujung sumpit terdapat besi berukuran sekitar dua sentimeter yang digunakan sebagai alat bantu pembidik. Kedua alat ini ditempatkan saling berseberangan di ujung moncong sumpit.

Bagian yang paling penting dari sumpitan, selain batang sumpit, yaitu pelurunya atau anak sumpitnya. Anak sumpit, disebut juga damek. Ujung anak sumpit runcing, sedang bagian pangkal belakang ada semacam gabus dari sejenis dahan pohon agar anak sumpit melayang saat menuju sasaran. Untuk keperluan lomba, damek tidak diberi racun seperti anak sumpit untuk berburu. Anak sumpit untuk berperang atau berburu biasanya diberikan keratan sepanjang sekitar tiga sentimeter di ujung anak sumpit dengan maksud ujung tersebut patah dan tertinggal dalam tubuh buruan hingga racun lebih cepat bekerja.
Untuk menaruh anak sumpit tersedia wadah khusus yang disebut telep. Terbuat dari satu ruas bambu yang diukir dan diikat rotan serta diberi tutup, sebuah telep bisa menyimpan sekitar 50-100 anak sumpit.
Racun damek oleh subetnis Dayak Lundayeh disebut parir. Racun yang sangat mematikan ini merupakan campuran dari berbagi getah pohon, ramuan tumbuhan serta bisa binatang seperti ular dan kalajengking.
Getah pohon yang digunakan untuk racun di antaranya getah kayu ipuh, kayu siren, atau upas, dicampur dengan getah kayu uwi ara, atau getah toba. Bisa binatang, seperti ular, akan menguatkan efek racun ini. Menurut Ketua Adat, hingga sekarang ini belum ada penawar untuk racun anak sumpit yang sudah masuk ke pembuluh darah. "Di lingkungan masyarakat Dayak memang belum dikenal adanya penawar racun sumpit," tuturnya.

Anehnya, meskipun sangat beracun, daging binatang buruan aman untuk dimakan. "Berburu kan dagingnya untuk dimakan. Akan tetapi, meskipun racun sumpit sangat kuat, kita aman saja makan daging binatang buruan tersebut, bahkan kalau kita menjilat racun itu sebenarnya tidak apa-apa," ujar Ketua Adat. Meski demikian, kalau racun damek itu langsung masuk ke darah, manusia atau semua binatang akan segera mati. "Kecuali ayam. Kami juga tidak tahu kenapa ayam tidak mati oleh racun tersebut,"

Jika akan digunakan untuk berburu atau berperang, harus dijauhkan dari unsur bau-bauan "kota", misalnya bau minyak wangi atau parfum, sabun, sampo, dan sejenisnya. Juga termasuk bau bawang. Pasalnya, begitu kena bau-bauan tersebut, keampuhan racun anak sumpit ini akan berkurang, atau bahkan hilang.

SELAIN beracun, kelebihan yang dimiliki senjata ini, dibandingkan dengan senjata khas Dayak lainnya, yakni kemampuan mengenai sasaran dalam jarak yang relatif jauh. Jarak efektif bisa mencapai puluhan meter, tergantung kemampuan si penyumpit. Selain itu, senjata ini juga tidak menimbulkan bunyi. Unsur senyap ini sangat penting saat mengincar musuh maupun binatang buruan yang sedang lengah.

Ada teknik-teknik tertentu dan diperlukan latihan agar seseorang bisa mahir dan pintar berburu menggunakan sumpit. Cara mengambil napas dan posisi badan juga harus diperhatikan.

Ada sejumlah posisi menyumpit, namun yang lazim dengan berdiri atau dengan jongkok. Cara mengatur pernapasan juga harus diperhatikan agar sasaran bisa terkena dengan tepat. 
Cara memegang sumpit yang benar, kedua telapak tangan harus menghadap ke atas. Dua telapak tangan itu sebaiknya berdekatan atau bersentuhan. Selain kegunaan berburu dan berperang, kegunaan lain sumpit adalah untuk upacara adat atau sebagai mas kawin dalam pernikahan adat Dayak. "Saat bertunangan, senjata sumpit ini juga bisa digunakan sebagai mas kawin," kata Ketua Adat.

SENJATA TRADISIONAL KALTIM (MANDAU)

1. Mandau, Senjata Tradisional Orang Dayak di Kalimantan

Pengantar
Kalimantan adalah salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia. Sebenarnya pulau ini tidak hanya merupakan “daerah asal” orang Dayak semata karena di sana ada orang Banjar (Kalimantan Selatan) dan orang Melayu. Dan, di kalangan orang Dayak sendiri satu dengan lainnya menumbuh-kembangkan kebudayaan tersendiri. Dengan perkataan lain, kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan oleh Dayak-Iban tidak sama persis dengan kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan Dayak-Punan dan seterusnya. Namun demikian, satu dengan lainnya mengenal atau memiliki senjata khas Dayak yang disebut sebagai mandau. Dalam kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari pemiliknya. Artinya, kemanapun ia pergi mandau selalu dibawanya karena mandau juga berfungsi sebagai simbol seseorang (kehormatan dan jatidiri). Sebagai catatan, dahulu mandau dianggap memiliki unsur magis dan hanya digunakan dalam acara ritual tertentu seperti: perang, pengayauan, perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara.

Mandau dipercayai memiliki tingkat-tingkat kampuhan atau kesaktian. Kekuatan saktinya itu tidak hanya diperoleh dari proses pembuatannya yang melalui ritual-ritual tertentu, tetapi juga dalam tradisi pengayauan (pemenggalan kepala lawan). Ketika itu (sebelum abad ke-20) semakin banyak orang yang berhasil di-kayau, maka mandau yang digunakannya semakin sakti. Biasanya sebagian rambutnya sebagian digunakan untuk menghias gagangnya. Mereka percaya bahwa orang yang mati karena di-kayau, maka rohnya akan mendiami mandau sehingga mandau tersebut menjadi sakti. Namun, saat ini fungsi mandau sudah berubah, yaitu sebagai benda seni dan budaya, cinderamata, barang koleksi serta senjata untuk berburu, memangkas semak belukar dan bertani.

Struktur Mandau
1. Bilah Mandau
Bilah mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa hingga berbentuk pipih-panjang seperti parang dan berujung runcing (menyerupai paruh yang bagian atasnya berlekuk datar). Salah satu sisi mata bilahnya diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit tebal dan tumpul. Ada beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat mandau, yaitu: besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan lain sebagainya. Konon, mandau yang paling baik mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang dilebur khusus sehingga besinya sangat kuat dan tajam serta hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga. Mandau jenis ini hanya dibuat oleh orang-orang tertentu.

Pembuatan bilah mandau diawali dengan membuat bara api di dalam sebuah tungku untuk memuaikan besi. Kayu yang digunakan untuk membuat bara api adalah kayu ulin. Jenis kayu ini dipilih karena dapat menghasilkan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kayu lainnya. Setelah kayu menjadi bara, maka besi yang akan dijadikan bilah mandau ditaruh diatasnya agar memuai. Kemudian, ditempa dengan menggunakan palu. Penempaan dilakukan secara berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk bilah mandau yang diinginkan. Setelah bilah terbentuk, tahap selanjutnya adalah membuat hiasan berupa lekukan dan gerigi pada mata mandau serta lubang-lubang pada bilah mandau. Konon, pada zaman dahulu banyaknya lubang pada sebuah mandau mewakili banyaknya korban yang pernah kena tebas mandau tersebut. Cara membuat hiasan sama dengan cara membuat bilah mandau, yaitu memuaikan dan menempanya dengan palu berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk yang diinginkan. Setelah itu, barulah bilah mandau dihaluskan dengan menggunakan gerinda.

2. Gagang (Hulu Mandau)
Gagang (hulu mandau) terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung. Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai motif seperti: kepala naga, paruh burung, pilin, dan kait. Pada ujung gagang ada pula yang diberi hiasan berupa bulu binatang atau rambut manusia. Bentuk dan ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal mandau dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.

3. Sarung Mandau.
Sarung mandau (kumpang) biasanya terbuat dari lempengan kayu tipis. Bagian atas dilapisi tulang berbentuk gelang. Bagian tengah dan bawah dililit dengan anyaman rotan sebagai penguat apitan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung tanyaku, manik-manik dan terkadang juga diselipkan jimat. Selain itu, mandau juga dilengkapi dengan sebilah pisau kecil bersarung kulit yang diikat menempel pada sisi sarung dan tali pinggang dari anyaman rotan.

Nilai Budaya
Pembuatan mandau, jika dicermati secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari bentuk-bentuk mandau yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah mandau yang indah dan sarat makna. (ali gufron)

Sumber : http://uun-halimah.blogspot.com/2008/04/mandau-senjata-tradisional-orang-dayak.html

ALAT MUSIK TRADISIONAL KALTIM (LULUNG)

6. Lulung 


Alat musik ini terbuat dari bambu. Alat musik ini berupa sitar tabung yang masuk dalam golongan idiokordofon. Lulung dilengkapi 6 dawai yang diambil dari badan bambu. Alat musik ini dimainkan para wanita Dayak Kenyah dengan cara dipetik.

Sumber : http://gpswisataindonesia.blogspot.com/2015/02/alat-musik-tradisional-kalimantan-timur.html

ALAT MUSIK TRADISIONAL KALTIM (SLUDING)

5. Sluding (Klentengan)


Alat musik ini terbuat dari kayu. Sluding atau klentangan merupakan alat musik pukul jenis silofan yang mirip dengan gambang. Alat musik ini terdiri dari 8 bilah kayu yang ditempatkan pada rak kayu. Pada sisi kanan dan kiri sluding dihias dengan motif kepala burung Enggang yang dianggap sebagai hewan sakral oleh suku bangsa Dayak Modang. Alat musik ini dimainkan saat upacara adat.

Sumber : http://gpswisataindonesia.blogspot.com/2015/02/alat-musik-tradisional-kalimantan-timur.html